Lekat aku menatap putih
Semuanya beranjak pergi seolah membuih
Hah...aku menyesal semua kini belum terlalu pulih
Lalu, aku beranjak meniti pagi
Tapi samar memang, entah pagi entah apa...
Ini aku berdiri di tengah alam
Udaranya tak pernah ku kenal
Ia mengikis kulit merenggut darah
Hingga pori kulit ku pun mengerut sebesar lubang jarum
Tapi, lubang jarum mungkin masih terlalu besar
Ah aku kini termakan sesal
Kenapa hari dan kaki menuju kesini
Ke pagi yang masih asing
Yang dinginnya mencekik paru ku
Aku menyisir jalan di henignya alam
Aku bernyanyi namun tak terdengar
Aku menggigil walau berbalut bulu tebal
Aku hitam diantara hamparan putih
Aku mengeluh tapi tak ada yang mendengar
Aku berjalan ditengah kediaman sunyi alam
Aku berbelok namun masih tetap saja disini
Aku pusing, aku bingung
Kemana hendak aku pergi
Maka, biarlah saja aku bernyanyi
Menyusuri langkah kaki ini mengarahkanku
Menemani hati berpikul lara
Menari diam dalam sorak kesepian
Aku bernyanyi di tengah tundra hati
Aku menangis ditengah ramai pasar
Aku menari diantara patung bisu
Aku bersenandung menyanyikan nyanyian di tengah tundra
Aku dengan udara, tak pernah sekata namun masih saja disini
Aku dengan alam ini masih saja saling perlu
Aku dengan sunyi ini jengah, namun masih tetap saja betah
Apa sebenarnya yang menuntunku berdiam disini
Menyisir pagi dengan nyanyian sunyi
Di tengah tundra hati
No comments:
Post a Comment