Powered By Blogger

Thursday, September 29, 2011

Don't let the pain gain

Then here you come.....

when the heart pain
Been ignored for long time
Been hurt over and over

then here you come.....

come in the right time
come in the special moment

then here you come...
offering your heart to be mine

then here I come....
and just can say...
don't let the pain gain....

Jejak pada Pagi

Kaki kaki dingin melangkah
Tinggalkan semburat pijak

Pada pagi yang belum terang
Pori kulit masih menggigil
dan embun masih menggelayut
enggan ia terjatuh

Demi ufuk yang masih malu bersua
dengan kami di pesisir ini
Warna kuning nya menghias langit pagi
namun belum mengusir sepi

Demi embun yang masih ingin tertidur
demi nafas yang masih berasap
Kami disini menunggu sinar
Pada pagi yang masih gelap

Aku dengan tangan yang menggenggamnya
Aku yang tengah bersandar di pundaknya

Mata ini ingin terlelap
Pada pagi yang masih gelap
Tangan ini ingin mendekap
Bahu itu yang masih tegap

Demi fajar yang sedang kami nanti
di pesisir pagi ini
Dengan alunan lagu ombak
karena kami tengah di pasir

Air laut menyentuh kaki kami
Buihnya lembut mencium kaki
Kaki kami merasa dingin oleh air asin

Kamu bilang aku mentarimu
Dan aku bilang kamu cahaya kuning di mentari itu
Cantik, indah pula
Memberi warna yang merona

Kamu bilang akan tetap menjabat tangan ini
Aku bilang,
Tak akan ku lepas sampai nanti...

Kata-kata ini
Kelak harus kau ingat
sebagai jejak pada pagi

Embun dan Ilalang

 










Bening embun menggelayut di ujung daun
Bertengger di tepi hijaunya

Dahan itu masih selalu menopang ranting
Bertengger kumbang di atasnya
Warnanya merah dan hitam
Bulat bentuknya

Embun itu kini jatuh tepat pada ilalang
dibawahnya
menelungkup tertunduk ilalang itu pada tanah
rengkuh badan sebab sang embun

melihatnya sejenak terfikir

aku ilalang
dan kamu embun

aku makhluk pendiam
aku goyang jika angin meniupku
aku bebas lepas tak ada yang mengikat
aku sudah diam di kaki pohon sedari lama
meski aku hanya sendiri

kamu embun bening penyejuk pagi
kamu buih alam menggambarkan dingin ditengah bara
kamu bergelayut berpindah tempat dari sana ke sini
kamu indah menggugah setiap pandangan mata

aku ilalang selalu goyang
kamu embun selalu tak tetap
aku ilalang tak pernah tak diterpa angin
kamu embun, sempurna di mata namun rapuh
aku ilalang mandiri namun aku sepi
kamu embun, satu namun menyatu

ketika embun menyentuh ilalang
ia seolah menemukan tempat bernaung yang tepat
ketika embun tiba di tangkai sang ilalang
ia menyambut seolah telah lama menunggu kesejukannya
keduanya saling menemukan
keduanya saling merengkuh
karena keduanya memang butuh
karena keduanya memang menyeluruh
karena keduanya memang rapuh, tanpa satu sama lain

kamu embun yang sejuk namun rapuh
dan aku ilalang yang bebas namun sepi
kita rapuh tanpa satu sama lain

*dedicated for my best part of my life, my sustainer...a poem with love
Ahmad Imanul Adzqia


Wednesday, September 28, 2011

Nyanyian di tengah Tundra

Lekat aku menatap putih
Semuanya beranjak pergi seolah membuih
Hah...aku menyesal semua kini belum terlalu pulih

Lalu, aku beranjak meniti pagi
Tapi samar memang, entah pagi entah apa...

Ini aku berdiri di tengah alam
Udaranya tak pernah ku kenal
Ia mengikis kulit merenggut darah
Hingga pori kulit ku pun mengerut sebesar lubang jarum
Tapi, lubang jarum mungkin masih terlalu besar

Ah aku kini termakan sesal
Kenapa hari dan kaki menuju kesini
Ke pagi yang masih asing
Yang dinginnya mencekik paru ku

Aku menyisir jalan di henignya alam
Aku bernyanyi namun tak terdengar
Aku menggigil walau berbalut bulu tebal
Aku hitam diantara hamparan putih

Aku mengeluh tapi tak ada yang mendengar
Aku berjalan ditengah kediaman sunyi alam
Aku berbelok namun masih tetap saja disini

Aku pusing, aku bingung
Kemana hendak aku pergi

Maka, biarlah saja aku bernyanyi
Menyusuri langkah kaki ini mengarahkanku
Menemani hati berpikul lara
Menari diam dalam sorak kesepian

Aku bernyanyi di tengah tundra hati
Aku menangis ditengah ramai pasar
Aku menari diantara patung bisu
Aku bersenandung menyanyikan nyanyian di tengah tundra

Aku dengan udara, tak pernah sekata namun masih saja disini
Aku dengan alam ini masih saja saling perlu
Aku dengan sunyi ini jengah, namun masih tetap saja betah
Apa sebenarnya yang menuntunku berdiam disini

Menyisir pagi dengan nyanyian sunyi
Di tengah tundra hati


Friday, September 23, 2011

Kamu

Menuju cinta aku digenggam mu
Berbekal rasa aku bersamamu
Bermandikan asa dan harap aku di sisimu
Berpegangan tangan kita melangkah manuju satu

Cinta ingin kini sebening kristal
Merona merah bertabur jingga
Meluap buih bagaikan ombak berwarna petal
Menyisir pantai kaki kita berdua

Semoga setiap rongga jari ini akan tetap begini
Saling berkait terus membimbing
lengan pun tak pernah ingin mengasing
Memadu dalam satu genggaman jemari

Kaki kita semoga tak berat melangkah
Ke tempat indah yang pernah singgah
sempat singgah dalam mimpi

Sayang, jangan lepas genggaman mu
Biarkan jemari ku tetap bersemayam disitu
Sama sama menggenggam
Agar kebersamaan kita seindah pualam

Aku tak akan lelah disampingmu
Aku tak akan jengah bepanut padamu
Genggam tanganku tanpa peluh
Jangan lepas ia dan bertukar labuh

Aku

Aku terduduk didinginkan malam
Merenung dalam gelapnya temaram
Menghujat berupa sesumpah
menanti air mata melimpah ruah


Sadar dulu terlalu kaku
Menafsir hati tak tentu dimiliki
Takdir nya kini telah merasuk
Menjadi sesuatu seolah menusuk

Bumi itu tidaklah datar
Setelah malam ini
Mentari besok kan mengantar
Sesuatu dengan senyum dari hati

Aku terkungkung atap
Aku dibekam asap
Hatiku selalu dan selalu meratap
Sedih tak berani menatap

Panji hati itu telah buang sauh
melanglangbuana melepas sampai jauh
Hingga sampai kini malam berganti subuh
Tanganku masih tetap melingkar dalam tubuh

Lebih baik kau bunuh aku
Lebih indah kau buang rasa itu
Tak apa aku menangis
Tak apa perihnya begitu mengikis

Kelak, tangisku akan menjadi tangis mu....

Wednesday, September 14, 2011

Untuk Sakit Hati

Tiada yang beda dengan semua
Merangkum momen masa demi masa
Setelah bersama sekian lama
Seolah kita bersama berkelana


Ketika hadirmu menghapus kemarau panjang
Lumpuh aku dibuat rasa
Ia telah lama menghilang
menghapus asa

sesering apa aku berucap cinta
kau hanya dengar tak dengan telinga
menutupnya dengan tapak tangan
menutup mata tak ingin mendengar
sekeras batu hatimu bergeming
kau berkilah tentang tabiat diri
suruh aku menerima apa adanya kamu

seolah persetan dengan semua rasa ku
kau hanya ingin semua enak pada mu
tapi tak pernah melirik posisi ku
sehingga rasa ini pun berubah menjadi beku

mau menaklukan apa di dunia ini?
sifat mu pun menaklukan dirimu
menggeluti tabiat mu pun tak becus
mau meminta orang memahami

atas dasar apa kamu mencinta?
jika hatimu pun serapuh kaca
untuk apa kamu berbagi hati?
jika kaji diri sudah tak lagi berarti

silahkan enyah!!

Tuesday, September 13, 2011

Kunjungan sore


Pada sore itu aku berkunjung
Pada padang ilalang kita
Jika dulu ada pohon disana
Kini ia tak berdaun

Jika dulu ada ayunan di dahannya
Ia kini hanya tinggal tali temali saja
Jika dulu sering tersandar sepeda
Kini kosong

Aku berjalan menyusuri padang ilalang
Menyingkapnya dengan perlahan
Aku mencari sesuatu
Yang aku yakin tak pernah berubah

Aku meraba
Dan temukan
“Jika cinta kita mati di dunia, semoga kita dapat mencinta di surga”

Aku tersenyum, ia masih ada J