Powered By Blogger

Saturday, October 1, 2011

Sembah Bunda

Aku berjajar pada sepi
Melarung duka dengan angin

Tuhan ciptakan bunda dengan cinta
Aku memuja bunda dengan berjuta cinta
Untuk Tuhan dengan segala cintaNya
Titip salamku untuk mata bunda yang penuh jernih

Demi tangan Tuhan yang selalu merangkul
Aku rangkul tangan bunda dengan cinta

Demi sepi yang mendidikku begini
Demi cinta yang mengajarkanku nyata
Aku bersimpuh demi Bunda
Demi yang telah menyejukkan hati

Kepada Tuhan yang menciptakan hari
Beri sentilan nakal jika aku berkelakar
Camkan aku dan purukkan aku
Jika bunda tak pernah kudengar

Kepada hari yang telah menemani
Ajarkan aku mengecup kaki bunda
Dengan segala bakti dan kasih ku
Lewat apa yang kusebut cita

Untuk aku,
Ingat bunda
Ingat sayang yang telah diberikanNya lewat tangan bunda

Thursday, September 29, 2011

Don't let the pain gain

Then here you come.....

when the heart pain
Been ignored for long time
Been hurt over and over

then here you come.....

come in the right time
come in the special moment

then here you come...
offering your heart to be mine

then here I come....
and just can say...
don't let the pain gain....

Jejak pada Pagi

Kaki kaki dingin melangkah
Tinggalkan semburat pijak

Pada pagi yang belum terang
Pori kulit masih menggigil
dan embun masih menggelayut
enggan ia terjatuh

Demi ufuk yang masih malu bersua
dengan kami di pesisir ini
Warna kuning nya menghias langit pagi
namun belum mengusir sepi

Demi embun yang masih ingin tertidur
demi nafas yang masih berasap
Kami disini menunggu sinar
Pada pagi yang masih gelap

Aku dengan tangan yang menggenggamnya
Aku yang tengah bersandar di pundaknya

Mata ini ingin terlelap
Pada pagi yang masih gelap
Tangan ini ingin mendekap
Bahu itu yang masih tegap

Demi fajar yang sedang kami nanti
di pesisir pagi ini
Dengan alunan lagu ombak
karena kami tengah di pasir

Air laut menyentuh kaki kami
Buihnya lembut mencium kaki
Kaki kami merasa dingin oleh air asin

Kamu bilang aku mentarimu
Dan aku bilang kamu cahaya kuning di mentari itu
Cantik, indah pula
Memberi warna yang merona

Kamu bilang akan tetap menjabat tangan ini
Aku bilang,
Tak akan ku lepas sampai nanti...

Kata-kata ini
Kelak harus kau ingat
sebagai jejak pada pagi

Embun dan Ilalang

 










Bening embun menggelayut di ujung daun
Bertengger di tepi hijaunya

Dahan itu masih selalu menopang ranting
Bertengger kumbang di atasnya
Warnanya merah dan hitam
Bulat bentuknya

Embun itu kini jatuh tepat pada ilalang
dibawahnya
menelungkup tertunduk ilalang itu pada tanah
rengkuh badan sebab sang embun

melihatnya sejenak terfikir

aku ilalang
dan kamu embun

aku makhluk pendiam
aku goyang jika angin meniupku
aku bebas lepas tak ada yang mengikat
aku sudah diam di kaki pohon sedari lama
meski aku hanya sendiri

kamu embun bening penyejuk pagi
kamu buih alam menggambarkan dingin ditengah bara
kamu bergelayut berpindah tempat dari sana ke sini
kamu indah menggugah setiap pandangan mata

aku ilalang selalu goyang
kamu embun selalu tak tetap
aku ilalang tak pernah tak diterpa angin
kamu embun, sempurna di mata namun rapuh
aku ilalang mandiri namun aku sepi
kamu embun, satu namun menyatu

ketika embun menyentuh ilalang
ia seolah menemukan tempat bernaung yang tepat
ketika embun tiba di tangkai sang ilalang
ia menyambut seolah telah lama menunggu kesejukannya
keduanya saling menemukan
keduanya saling merengkuh
karena keduanya memang butuh
karena keduanya memang menyeluruh
karena keduanya memang rapuh, tanpa satu sama lain

kamu embun yang sejuk namun rapuh
dan aku ilalang yang bebas namun sepi
kita rapuh tanpa satu sama lain

*dedicated for my best part of my life, my sustainer...a poem with love
Ahmad Imanul Adzqia


Wednesday, September 28, 2011

Nyanyian di tengah Tundra

Lekat aku menatap putih
Semuanya beranjak pergi seolah membuih
Hah...aku menyesal semua kini belum terlalu pulih

Lalu, aku beranjak meniti pagi
Tapi samar memang, entah pagi entah apa...

Ini aku berdiri di tengah alam
Udaranya tak pernah ku kenal
Ia mengikis kulit merenggut darah
Hingga pori kulit ku pun mengerut sebesar lubang jarum
Tapi, lubang jarum mungkin masih terlalu besar

Ah aku kini termakan sesal
Kenapa hari dan kaki menuju kesini
Ke pagi yang masih asing
Yang dinginnya mencekik paru ku

Aku menyisir jalan di henignya alam
Aku bernyanyi namun tak terdengar
Aku menggigil walau berbalut bulu tebal
Aku hitam diantara hamparan putih

Aku mengeluh tapi tak ada yang mendengar
Aku berjalan ditengah kediaman sunyi alam
Aku berbelok namun masih tetap saja disini

Aku pusing, aku bingung
Kemana hendak aku pergi

Maka, biarlah saja aku bernyanyi
Menyusuri langkah kaki ini mengarahkanku
Menemani hati berpikul lara
Menari diam dalam sorak kesepian

Aku bernyanyi di tengah tundra hati
Aku menangis ditengah ramai pasar
Aku menari diantara patung bisu
Aku bersenandung menyanyikan nyanyian di tengah tundra

Aku dengan udara, tak pernah sekata namun masih saja disini
Aku dengan alam ini masih saja saling perlu
Aku dengan sunyi ini jengah, namun masih tetap saja betah
Apa sebenarnya yang menuntunku berdiam disini

Menyisir pagi dengan nyanyian sunyi
Di tengah tundra hati


Friday, September 23, 2011

Kamu

Menuju cinta aku digenggam mu
Berbekal rasa aku bersamamu
Bermandikan asa dan harap aku di sisimu
Berpegangan tangan kita melangkah manuju satu

Cinta ingin kini sebening kristal
Merona merah bertabur jingga
Meluap buih bagaikan ombak berwarna petal
Menyisir pantai kaki kita berdua

Semoga setiap rongga jari ini akan tetap begini
Saling berkait terus membimbing
lengan pun tak pernah ingin mengasing
Memadu dalam satu genggaman jemari

Kaki kita semoga tak berat melangkah
Ke tempat indah yang pernah singgah
sempat singgah dalam mimpi

Sayang, jangan lepas genggaman mu
Biarkan jemari ku tetap bersemayam disitu
Sama sama menggenggam
Agar kebersamaan kita seindah pualam

Aku tak akan lelah disampingmu
Aku tak akan jengah bepanut padamu
Genggam tanganku tanpa peluh
Jangan lepas ia dan bertukar labuh

Aku

Aku terduduk didinginkan malam
Merenung dalam gelapnya temaram
Menghujat berupa sesumpah
menanti air mata melimpah ruah


Sadar dulu terlalu kaku
Menafsir hati tak tentu dimiliki
Takdir nya kini telah merasuk
Menjadi sesuatu seolah menusuk

Bumi itu tidaklah datar
Setelah malam ini
Mentari besok kan mengantar
Sesuatu dengan senyum dari hati

Aku terkungkung atap
Aku dibekam asap
Hatiku selalu dan selalu meratap
Sedih tak berani menatap

Panji hati itu telah buang sauh
melanglangbuana melepas sampai jauh
Hingga sampai kini malam berganti subuh
Tanganku masih tetap melingkar dalam tubuh

Lebih baik kau bunuh aku
Lebih indah kau buang rasa itu
Tak apa aku menangis
Tak apa perihnya begitu mengikis

Kelak, tangisku akan menjadi tangis mu....

Wednesday, September 14, 2011

Untuk Sakit Hati

Tiada yang beda dengan semua
Merangkum momen masa demi masa
Setelah bersama sekian lama
Seolah kita bersama berkelana


Ketika hadirmu menghapus kemarau panjang
Lumpuh aku dibuat rasa
Ia telah lama menghilang
menghapus asa

sesering apa aku berucap cinta
kau hanya dengar tak dengan telinga
menutupnya dengan tapak tangan
menutup mata tak ingin mendengar
sekeras batu hatimu bergeming
kau berkilah tentang tabiat diri
suruh aku menerima apa adanya kamu

seolah persetan dengan semua rasa ku
kau hanya ingin semua enak pada mu
tapi tak pernah melirik posisi ku
sehingga rasa ini pun berubah menjadi beku

mau menaklukan apa di dunia ini?
sifat mu pun menaklukan dirimu
menggeluti tabiat mu pun tak becus
mau meminta orang memahami

atas dasar apa kamu mencinta?
jika hatimu pun serapuh kaca
untuk apa kamu berbagi hati?
jika kaji diri sudah tak lagi berarti

silahkan enyah!!

Tuesday, September 13, 2011

Kunjungan sore


Pada sore itu aku berkunjung
Pada padang ilalang kita
Jika dulu ada pohon disana
Kini ia tak berdaun

Jika dulu ada ayunan di dahannya
Ia kini hanya tinggal tali temali saja
Jika dulu sering tersandar sepeda
Kini kosong

Aku berjalan menyusuri padang ilalang
Menyingkapnya dengan perlahan
Aku mencari sesuatu
Yang aku yakin tak pernah berubah

Aku meraba
Dan temukan
“Jika cinta kita mati di dunia, semoga kita dapat mencinta di surga”

Aku tersenyum, ia masih ada J

Wednesday, August 10, 2011

Kiri itu ada karena Kanan

Pernah merasa diabaikan? Pernah merasa ditinggalkan? Jawabannya pasti "Ya". Terlepas dari apakah orang yang mencampakkan mu melakukannya secara sengaja ataupun tidak. Perasaan terabaikan kerap kali datang ketika keberadaan kita memang sama sekali tidak memiliki pengaruh yang signifikan bagi orang tersebut. Kita seolah hanya menjadi "boneka hiasan" bagi kehidupan orang lain. mengapa tidak saya sebutkan saja "pelengkap kehidupan orang lain"? Karena pada dasarnya ketika kita (orang yang tercampakkan dan terabaikan) mejadi sekadar pelengkap bagi orang lain (yang mencampakkan kita) itu artinya bahwa kta berguna bagi kehidupan mereka, ya paling tidak telah melengkapi. Ya, hanya sekedar pelengkap, tidak lebih!

Sesungguhnya, hasrat untuk diakui adalah kerinduan manusia yang paling mendasar (-a friend's quotation). Kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang mempertegas bahwasanya manusia memang selalu ingin dianggap keberadaannya. Bagaimana mungkin kita akan merasa kita ini hidup, sementara orang lain tak pernah "melirik" keberadaan kita, bahwa kita memang benar ada!? Menyedihkan memang. Terkadang orang yang mencampakkan kita lupa bahwa kita juga punya rasa. Punya hasrat ingin diakui seperti kutipan dari seorang teman tadi.

Apapun alasannya, apapun hal yang melatarbelakangi perlakuan mereka terhadap sesuatu yang disebut ignorance, mereka sebenarnya telah melukai dan menggerogoti perasaan seseorang yang lain secara perlahan (namun pasti). 

Entah atas dasar kekecewaan saya terhadap seseorang atau memang ini adalah perwujudan untuk mewakili perasaan kebanyakan orang (mungkin), saya memang benci disisihkan, benci dianggap tidak ada, atau benci ketika keberadaan saya memang tidak diperthitungkan. Terlepas dari apakah peran saya dalam kehidupan orang-orang di sekeliling saya memang benar-benar bermutu ataupun tidak. Jikalaupun memang kontribusi saya terhadap kehidupan orang lain memang tidak terlalu signifikan, apakah wajar saya ini disingkirkan. Bolehlah orang menimbang besar kecilnya karya saya, bagus tidak nya apa yang telah saya lakukan. Tapi bukan menjadi hak mereka untuk menghakimi saya dan menjadi saya seseorang yang memang tidak terlalu penting untuk diperhitungkan! I'm a human being, I deserve to be loved.  

Alangkah jauh lebih baik jikalau kita sebagai makhluk yang dibekali akal dam fikiran untuk dapat menghargai satu sama lain. Jauh lebih bijak jikalau kita senantiasa menilai seseorang bukan dari apa yang telah diperbuat melainkan kenapa orang tersebut berbuat sesuatu (It's better to not see what people have done, but why people done it). Berjalanlah beriringan, ketika tangan kananmu tidak dapat menuntun orang lain, gunakanlah tangan kirimu. Anggaplah keberadaan tangan kirimu karena ia benar-benar ada.

Wednesday, August 3, 2011

hening itu hidup

Aku bermukim dalam sepi
Tanpa batas tanpa tepi
Berdiri dalam kesendirian
Hanya dia yang jadi teman
Kesunyian!

Alam ini terlalu luas
Maka aku berdiam disini
Membiarkan raga ini tak lepas
Mengutuk hanya dengan berdiam diri

Aku malas
Bertemu banyak muka
Bertatap beribu mata
Bersapa berjuta senyum
Aku hanya ingin sendiri


#berdiam-dari-pagi-hingga-petang

fikir-lagi-fikir

Ada yang salah tentang kita

Ada yang berbeda dengan rasa

Ada yang tersembunyi lewat kata

Gadis

Seseorang bercerita
Tentang lelaki idamannya
Kepada ibunya
Di dalam kereta

Berkisah tentang hati
Yang terpikat sosok diri
Nampak tak bisa pungkiri
Tak pula dapat sembunyi


#dalam kereta di sebuah perjalanan

Apa Namanya Ini?

Masih dalam momen menanyakan apa
yang sebenarnya terjadi
antara aku dan dia
Ada tapak lain yang datang dalam sebuah ketidaksengajaan
atau ini kesengajaan?

Masih bertanya tentang kisah hati
Sudah ada jelaga lain menawarkan perjalanan
Apakah ini rencana Tuhan?
Ataukah ini godaan setan?

Aku masih belum pulih
Dari luka terabaikan
Ada tangan yang datang
Terulur disaat yang tepat

Aku coba kuatkan imanku
Aku coba redamkan nafsuku
Aku ingin berpegang pada satu
Aku ingin Tuhan memegangku
Memegang rasaku untuk satu
Ada sesuatu tentang tanah ini
Ranah budaya dan mitos
masih mekar disini
Ada intrik di tanah ini
Kuasanya sesumbar sedari dulu

Ia tenang dalam legam
eksotika tanah paling barat pulau jawa
Ia gegap dalam gempita
Hanya tersimpan dalam cerita

Ada ketenangan yang kucium
Kesunyian yang ku hirup
Ketenagan dalam ruang
Magis yang tak dapat ditepis

Ada sesuatu tentang tanah ini

Pernah ia jadi sesumbar keuatan magis
Pernah ia jadi eksotika bumi
Merengkuh jemari tatar sunda
Dikata dari sinilah asalnya

Kaki ini berpijak kini di tanah ini
Tanah disangka awal leluhur
Tanah sangkaan asal saripati sunda
Tanah dengan karun keindahan

Ini Kami

Ketika banyak kata diumbar
Ketika banyak aksi tak terbukti
Ketika kelayakan kata dipertanyakan
Ketika nyata kini tersamar

Mereka itu berdasi rapi
Mereka itu berbicara rapi
Rupanya santun dengan ilmu adiluhung
Tatapannya pun yakin ia tegap mengabdi

Tapi kami
Kami ingin melihat yang tersembunyi
tepatnya yang disembunyikan
Ada semburat lakon dibalik sosok itu

Ada bayang lain terpantul dari cermin
Ia berdasi, tapi mencekik
Ia berilmu, tapi tak berguru
Ia seolah mengabdi, padahal menggerogoti

menyedihkan!

Tuesday, July 19, 2011

Akhir Cinta Padang Ilalang


Laksana pelangi melengkung di ufuk
Berbagai warna ia trelukis
Dipandang pun tiada jemu
Namun pudar perlahan terkikis

Aku jamu ia sore ini
Dengan lantunan lagu-lagu alam
Serdadu bermunculan dari tengah ladang
Menghampiri tempat dudukan kita disini

Seluas mata memandang
Sejauh itu pula fikiran masing-masing terbang
Detik-detik ini beranjak tanpa kata
Hanya sunyi teman kita

Sampai ilalang itu mengalun
Terayun oleh semilir
Kita masih bedecik
Kita masih dalam bisu

Aku jamu ia dengan mentari sore
Baru bisa terangkai kata
Burung-burung tengah bersiap singgah
Aku baru bisa bertanya

Deruan angin itu pun kalah
Tersirap oleh luapan jantung
Yang aku dengar ternyata balumlah kata
Itu baru hanya degup jantung

Aku menghela nafas
Bosan dan lelah
Kini mentarinya telah pergi beranjak
Dan aku pun akan pulang

Kini ilalang pun telah diam
Kini dingin hanya dingin telah malam
Tak jua aku tahu semua ini
Tak mengerti untuk apa kita disini

Marilah biar aku pulang
Biar kau sebut aku tak peka
Karena aku pun bimbang
Karena aku bukan pembaca makna

Tak apa semua tak terucap
Kita berdua memang tak bisa berucap
Aku pun tak bisa berkelakar
Kamu pun tak bisa berkelakar

Cukuplah kita diam di padang ilalang ini
Dan menutup cerita masing-masing

Monday, July 18, 2011

Bisa apa Aku?


Bisa apa aku?
Merangkai kata pun hanya begini saja
Bisa apa aku?
Mengutarakan makana pun tak jua bisa
Bisa apa aku?
Membaca sikapmu pun aku kaku
Bisa apa aku?
Merespon mu pun aku kikuk
Bisa apa aku?
Berbahasa tanpa kata pun tak becus
Bisa apa aku?
Melihat mata mu pun tak jua sanggup
Bisa apa aku?
Selain hanya berdiam diri
Bisa apa aku?
Selain melebur diri dalam sunyi
Bisa apa aku?
Selain hanya tersenyum dalam palsu
Bisa apa aku?
Tak bisa aku berjanji
Bisa apa aku?
Tak bisa menjawab pasti
Bisa apa aku?
Tak bisa aku membuka diri
Bisa apa aku?
Aku hanya bisa menyimpannya dalam hati